Palangka Raya, Newsinkalteng.co.id - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah melalui UPT Taman Budaya menggelar sendratari berjudul “Nyai Balau – Buah Pilu” di Panggung Teater Terbuka, Sabtu (6/12/2025). Pertunjukan ini menjadi salah satu agenda penutup tahun yang menyoroti kekayaan budaya sekaligus nilai-nilai lokal masyarakat Dayak.
Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, melalui Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, Yuas Elko, menyampaikan bahwa pagelaran tersebut bukan sekadar tontonan seni, melainkan momentum untuk meneguhkan identitas budaya daerah.
“Kita berkumpul bukan hanya untuk mencari hiburan, tetapi untuk menyaksikan refleksi sejarah dan nilai luhur leluhur kita melalui gerak, tari, dan drama,” ujar Yuas.
Ia menegaskan bahwa menghadirkan kembali kisah Nyai Balau di tahun 2025 menjadi bukti kuat bahwa budaya lokal di Bumi Tambun Bungai tetap terpelihara di tengah derasnya arus modernisasi. “Arus globalisasi tidak akan menggerus akar budaya jika kita terus merawatnya,” tambahnya.
Menurutnya, sendratari ini berhasil menyampaikan filosofi Huma Betang dan semangat Isen Mulang dengan cara yang relevan bagi generasi masa kini.
Dalam kesempatan itu, Gubernur melalui Yuas Elko juga memberikan apresiasi kepada para pelaku seni yang terus menjaga ruang kreatif di Kalimantan Tengah.
“Panggung terbuka ini adalah rumah bagi kreativitas. Biarkan tempat ini terus hidup, berdenyut, dan melahirkan karya yang menyentuh jiwa,” ungkapnya.
Kepala UPT Taman Budaya Kalteng, Wilda D. Binti, menjelaskan bahwa sendratari tersebut menjadi penutup rangkaian kegiatan seni yang digelar Taman Budaya sepanjang 2025. Tahun ini, kisah Nyai Balau dikemas dengan pendekatan berbeda, tidak hanya menonjolkan sisi kepahlawanannya, tetapi juga menampilkan kedalaman emosionalnya sebagai seorang ibu.
“Kita ingin menunjukkan sisi emosional seorang ibu yang kehilangan anak-anaknya. Ada luka, ada keteguhan, dan ada keberanian menghadapi musuh meski hati sedang runtuh,” ujar Wilda.
Ia menambahkan bahwa versi ini memberikan perspektif baru yang jarang diangkat dalam cerita Nyai Balau yang dikenal masyarakat. Fokus utamanya bukan pada perang semata, tetapi rasa pilu yang justru memperkuat karakter Nyai Balau sebagai sosok ibu yang tangguh.
Pagelaran “Nyai Balau – Buah Pilu” melibatkan sekitar 10 hingga 12 sanggar seni dari berbagai komunitas tradisi dan modern di Kalimantan Tengah. Para penari, aktor, dan musisi lokal tampil dalam satu panggung, menghadirkan kolaborasi seni yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menggugah emosi penonton.[Hry/Red]
