
Palangka Raya, Newsinkalteng.co.id — Penurunan drastis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Tengah menjadi sorotan serius Wakil Ketua III DPRD Kalteng, Junaidi. Ia mengingatkan bahwa anjloknya kapasitas fiskal daerah dalam dua tahun terakhir menjadi alarm bagi pemerintah provinsi untuk segera mengambil langkah-langkah strategis agar pelayanan publik dan pembangunan tidak terganggu.
Berdasarkan data resmi, APBD Kalteng yang sebelumnya berada di angka Rp10,2 triliun pada 2024, turun menjadi Rp8,3 triliun pada 2025, dan diproyeksikan kembali merosot hingga hanya sekitar Rp5,3 triliun pada 2026.
“Artinya, dalam dua tahun terjadi penurunan hampir Rp4,9 triliun dibandingkan tahun 2024. Ini tantangan berat bagi Pak Gubernur dan Wakil Gubernur untuk mengatur anggaran agar tetap efektif, efisien, dan menyentuh kepentingan dasar masyarakat,” tegas Junaidi, Kamis (16/10/2025).
DPRD Kalteng menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Transfer ke Daerah (TKD) secara signifikan, padahal Kalteng merupakan salah satu provinsi dengan kontribusi besar terhadap penerimaan negara.
“Kalteng ini daerah penghasil. Kita kaya hasil tambang, hutan, perkebunan—bahkan peringkat kedua nasional setelah Riau. Tapi justru dana transfernya dikurangi besar-besaran. Ini yang kami sesalkan,” ujar Junaidi dengan nada tegas.
Ia berharap pemerintah provinsi dapat melakukan pendekatan intensif ke pusat agar kebijakan pengurangan TKD pada 2026 dapat ditinjau ulang dan tidak semakin menekan ruang fiskal Kalteng.
Di tengah menurunnya aliran dana pusat, DPRD menilai optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu solusi. Namun langkah itu harus ditempuh tanpa menambah beban rakyat kecil.
“Kita bisa genjot dari sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan, pajak air permukaan, hingga BBM. Tapi masyarakat jangan sampai dibebani pajak tambahan. Ekonomi rakyat juga sedang tidak baik-baik saja,” katanya.
Junaidi menegaskan perlunya memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor produktif untuk memastikan potensi pendapatan daerah tidak bocor dan benar-benar kembali untuk pembangunan.
“Yang perlu dimaksimalkan adalah sektor-sektor potensial itu, bukan menarik pajak dari rakyat kecil,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Junaidi menekankan perlunya terobosan fiskal yang konkret dan koordinasi erat antara Pemprov Kalteng dan pemerintah pusat.
“Kita ini wilayah penghasil, bukan wilayah penikmat. Itu harus jadi pertimbangan pusat dalam menentukan kebijakan keuangan daerah ke depan,” pungkasnya.[Red]