Palangka Raya, Newsinkalteng.co.id – DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) tengah memproses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelesaian sengketa lahan. Regulasi ini digadang-gadang menjadi jawaban atas kompleksitas persoalan agraria yang selama ini kerap memicu konflik antara masyarakat, perusahaan besar swasta (PBS), maupun antarwarga.
Anggota Komisi I DPRD Kalteng, Purdiono, mengatakan inisiatif pembentukan Perda tersebut sebenarnya sudah digagas sejak periode sebelumnya, namun sempat tertunda karena naskah akademik yang disiapkan tidak sesuai dengan kondisi riil di daerah.
“Penyusunan Perda ini penting untuk memberikan keberpihakan yang jelas kepada masyarakat, khususnya dalam persoalan status lahan di Kalimantan Tengah,” tegas Purdiono, Sabtu (02/08/2025).
Menurutnya, hingga kini konflik pertanahan di Kalteng terus terjadi karena ketiadaan regulasi yang mampu menjawab dinamika di lapangan. Padahal, penyelesaiannya tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan hukum formal.
“Kalimantan Tengah memiliki karakteristik unik. Penyelesaian sengketa lahan tidak cukup dengan hukum positif, tapi harus melibatkan nilai-nilai lokal, termasuk peran Dewan Adat. Regulasi ini harus mengakomodasi dinamika sosial dan adat,” jelasnya.
Purdiono juga menyoroti dominasi perusahaan besar yang kerap menguasai lahan masyarakat. “Jangan sampai lahan warga atau milik negara justru dikuasai PBS. Ketika masuk ranah hukum, masyarakat sering kalah karena tidak punya kekuatan. Perda ini harus hadir untuk melindungi hak-hak mereka,” ujarnya.
DPRD saat ini menunggu naskah akademik terbaru yang tengah disusun Universitas Palangka Raya. Sebelumnya, naskah akademik dari Universitas Lambung Mangkurat dianggap kurang relevan dengan konteks sosial dan hukum di Kalteng.
“Secara umum rancangannya sudah ada. Tapi kita ingin naskah akademik yang lebih sesuai dengan kondisi daerah. Karena itu, penyusunannya diulang,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, laporan konflik lahan di Kalteng terus meningkat, baik antara masyarakat dengan PBS maupun antarwarga. Sayangnya, banyak kasus tak terselesaikan akibat kekosongan regulasi di tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Perda ini diharapkan mampu mencegah konflik sejak awal, menjadi dasar hukum yang kuat, dan menyelesaikan masalah secara damai. Kita tidak ingin setiap sengketa selalu berujung ke pengadilan,” tandasnya.
Purdiono menekankan, regulasi ini harus berpihak pada masyarakat yang memiliki bukti dan sejarah kepemilikan tanah yang sah. “Aturan harus dibuat hati-hati, jangan sampai membuka ruang klaim sepihak tanpa dasar hukum, dan tetap sinkron dengan peraturan yang lebih tinggi,” jelasnya.
Terkait teknis pelaksanaannya, DPRD memastikan akan diatur lebih detail melalui Peraturan Gubernur (Pergub). “Setelah Perda disahkan, juknis pelaksanaannya dituangkan dalam Pergub agar bisa berjalan efektif di lapangan,” tutupnya. [Red]
